Hujan yang sering turun saat Imlek ternyata bukan hanya fenomena alam biasa, tetapi memiliki makna simbolis yang mendalam bagi masyarakat Tionghoa. Dalam budaya Tionghoa, hujan dianggap sebagai simbol kemakmuran dan keberkahan. Pepatah Tiongkok “Spring rain as precious as oil” menggambarkan betapa berharganya hujan, yang membantu menyuburkan tanah dan mendukung kehidupan. Bahkan, hujan dikaitkan dengan sosok naga dalam mitologi Tiongkok, yang dipercaya membawa hujan sebagai bentuk kehendak suci untuk memberikan kehidupan.
Secara ilmiah, Imlek yang jatuh antara Januari dan Februari bertepatan dengan musim hujan di Indonesia. Berdasarkan data BMKG, puncak musim hujan terjadi pada periode tersebut, terutama di wilayah timur Indonesia. Fenomena La Nina, di mana suhu permukaan laut Samudra Pasifik bagian tengah dan timur lebih dingin dari biasanya, turut memperkuat intensitas hujan di wilayah tropis. Tak heran, hujan menjadi teman setia Imlek hampir setiap tahun.
Selain faktor alam, hujan di saat Imlek juga membawa pesan filosofis. Dalam budaya Tionghoa, hujan melambangkan keseimbangan, harmoni, dan kehidupan yang berlimpah. Turunnya hujan dianggap sebagai pertanda baik untuk menyambut tahun baru dengan harapan kemakmuran dan kebahagiaan. Hal ini mengajarkan pentingnya hubungan manusia dengan alam dan rasa syukur atas keberkahan yang diberikan.
Jadi, saat hujan turun di perayaan Imlek, itu bukan hanya tentang cuaca, tetapi juga pengingat akan nilai-nilai budaya dan pentingnya menjaga alam. Melalui hujan, kita diingatkan untuk terus merawat keseimbangan ekosistem yang menjadi sumber kehidupan, sambil mengharapkan tahun baru yang penuh berkah dan kelimpahan.
Peneliti: Kuncoro